Monday, June 16, 2008

kumpulan tulisan 1 tulisan dani

BAB I. Meniti Pagi

Sunyi sepi mengisi ruang subuhku dalam secercah sinar putih di ufuk timur menandakan tidak lama lagi akan berkuasa raja siang hari sang matahari. Kemudian diiringi syair nyanyian pagi oleh kicauan burung burung yang mulai beranjak mencari rezeki dalam ekosistem alam ciptaan Sang Pencipta. Aku duduk mengalahkan sejuta rasa kantuk yang menundukkan mata dan mengajak untuk kembali berbaring.

Ku singkirkan selimut untuk memaksa kedua kakiku berjalan menuju dinginnya air di waktu subuh. Aku berwudhu dan kemudian melakukan dua rakaat sebagaimana mereka yang melakukannya untuk mendapatkan kebaikan yang lebih baik dibandingkan dunia beserta isinya. Aku terduduk mencari kekhusuan dalam memulai pagi demi keridhaan-Nya. Akankah hari ini aku akan mendapatkan sesuatu yang baru yang itu bermanfaat bagi diriku dan juga kepada orang lain, sebuah pertanyaan yang aku tujukan kepada hatiku agar nantinya otakku bisa menjawab segala keingintahuanku kepada hal hal baru yang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya.

Aku akan menjadi seorang buta pada hari ini yang akan berusaha mencari jalan menuju suatu tempat yang tidak pernah dilalui sebelumnya. atau aku akan menjadi seorang bisu yang akan berusaha berbicara panjang lebar menjelaskan sebuah penemuannya. atau seperti seorang cacat yang menggunakan kursi roda untuk mendaki sebuah tanjakan. Aku ingin memulai hari dengan sebuah tekad. Laksana seorang tentara baru dibawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol yang penuh semangat dan tekad untuk menuju medan perang.

Ku rapikan tumpukan buku buku yang berserak di meja sisi tempat tidurku. Menatap buku buku tersebut seakan akan mengatakan kami butuh ditemani. Biarlah untuk sesaat tapi itu bermanfaat. mungkin itulah rintihan dari mereka atas diriku.

Kemudian aku menyalakan komputer yang tentunya untuk memberi tahuu diriku informasi apa yang mendukung aktivitasku hari ini. Aku tidak akan memulai hari dengan berita kriminal ataupun berita bencana. Bukan karena aku ingin lari dari kenyataan dunia, tapi aku tidak ingin pagiku dirusak dengan pemikiran marah,sedih , kasian dan segala macam bentuk ungkapan emosional yang tidak diinginkan manusia. Berita berita itu hanya akan melobangi benteng tekad bulatku mengalahkan kebodohan, kemalasan dan kemiskinan. Bodoh tidak akan pernah berteman dengan rajin, karena ia hanya bersahabat dan akrab dengan malas.

Berteman dengan kemalasan hanya akan membawaku kepada kuburan mimpi. bersahabat dengan kebodohan hanya akan membuat aku tenggelam di kolam asa. Izinkan aku pergi dulu kawan.Mengejar awan makna untuk menumpahkan tinta di sebuah sudut bumi bernama saga unversity.

BAB II. Aku Diantara Mimpi dan Harapan

3 tahun yang lalu, bulan maret 2005 dan aku sudah lupa tanggal dan hari apa. Aku telah memulai sebuah halaman baru perjalanan kehidupan di sebuah kota kecil nan terpencil di bagian selatan Jepang di pulau Kyushu yaitu Kota Saga. Apa yang akan aku cari dan apa yang akan aku dapatkan dari kota kecil ini tidak terbersitpun dalam pikiranku pada saat itu.

Hari itu adalah untuk kedua kalinya aku menginjakkan kaki di Kota Saga. Yang pertama adalah bulan Januari 2005 ketika aku ikut nimbrung dalam ujian masuk di Universitas Saga sebagai mahasiswa asing. Yang aku mengerti adalah saat itu sebagai titik awal memulai dunia baru dalam pendidikan setelah menamatkan pendidikan dasar 12 tahun dan bergelut bersama pendidikan bahasa yang tidak pernah aku pelajari dari kecil, bahasa Jepang,selama lebih kurang satu setengah tahun.

Aku akan bertarung dengan diriku sendiri menghadapi segala macam permasalahan. Dan disinilah aku akan menjadikan diriku seorang yang bisa mandiri atau selamanya menggantungkan diri kepada orang lain. Di Universitas Saga inilah aku akan mempersiapkan diriku untuk sebuah kondisi seandainya nasib berputar arah merubah langkah kakiku menjadi seorang yang hanya bisa terbaring di atas tempat tidur manatap langit langit kamar dengan tatapan hampa. Di sini aku ingin menjadi seorang yang kuat secara pribadi dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Karena aku menyadari bahwa aku hanyalah seorang hamba Allah yang dilahirkan di sebuah desa di kecamatan bukit batu kabupaten bengkalis, riau yaitu desa sejangat. Dengan sejuta asa dan seabrek cita cita ingin terus berusaha to be a good and strong Moslem.

“ Aku ingin menantang silaunya terik mentari yang tak pernah lelah memanaskan bumi”. Mungkin itulah kalimat yang ingin aku teriakkan. “Aku ingin menatap cahayanya untuk mencari sebuah ketetapan. Ketetapan yang akan membawa aku ke alam sadar bahwa kehinaan atas diriku tak akan pernah hapus tanpa sejuta penyesalan. Tapi aku tidak akan pernah berhenti untuk menyesal meskipun telah terduduk dalam sejuta penyesalan.

Jiwaku telah tertantang untuk mencapai sebuah cita cita. Sekarang aku haus dengan wawasan, aku butuh bumi yang bisa mendidik kemampuanku untuk semakin trampil yang sesuai dengan keinginanku menjadi good and strong Moslem. Mengembangkan kreatifitas dan menciptakan efektifitas kemudian memberikan loyalitas. 3 hal yang aku dapatkan saat ini untuk menjadikan tujuan dan cita citaku sebagai sebuah kenyataan. Aku menyadari dalam hidup ini banyak sekali hal yang akan menjadi hambatan dan rintangan, tapi aku ingin menjadikan semua itu sebagai proses pendewasaan agar nantinya aku bisa bijaksana dalam berfikir, berbicara, dan berbuat.

Bijaksana tidak bisa diciptakan tapi bisa dirasakan sekiranya hari demi hari tidak dilewati dengan kesia-siaan. Dan lorong waktu telah membawa aku kepada pribadi yang berbeda dengan 3 tahun yang lalu.

Aku ada disini bukanlah untuk sebuah kesia-siaan. Aku di lahirkan untuk sebuah harapan. Seperti harapan bumi terhadap matahari untuk menerangi siang atau seperti harapan bumi terhadap bulan untuk menemani malam.

Dan harapan itulah aku akan menghibur bumi. Seandainya aku dianugerahi teman teman yang selalu mengingatkan aku bahwa wajah bumi semakin murung tentu aku sangat berterima kasih kepada-Mu wahai Sang Pemberi. Karena aku selalu lupa bahwa bumi semakin hari semakin tua dan aku selalu lalai akan tugasku menghiburnya agar kembali ceria. Salahku adalah menutup diriku dengan topeng dan mengatakan kepadanya aku sedang bersembunyi dari huru hara anak manusia dibawah kolong langit sehingga menjadikan bumi semakin tak berteman.

Ah, terlalu tinggi angan angan ku ini. Tidak mungkin aku bisa. Sudahlah lupakan saja. Tidak ada gunanya angan anganku ini. Inilah racun yang bisa merusak benteng tekad dan semangat. Racun ini akan menyebar dalam darahku dan aku hanya akan terbaring menatap langit langit kamar tempat aku berbaring dengan tatapan kosong. Mimpiku telah pudar dikikis oleh keputusasaan. Setiap hembusan nafasku hanya menampakkan kekuatan yang semakin lama semakin luntur. Menatap langitpun aku sudah tak sanggup. Terlalu tinggi dan sangat silau.

Aku hanya tertunduk diam dan membisu menunggu zaman yang akan berubah setiap waktu. Datang pagi kutunggu siang, hadir siang kutunggu sore, dan sorepun berlalu bersama malam. Suaraku pun hilang dan aku tak mampu lagi berteriak. Langkah kecilku semakin jauh dan menjauh dari takdir. Aku tak tahu lagi mana barat dan mana timur. Tatapan mataku semakin kosong dan hampa.

Inilah mimpi terburuk yang akan aku alami sekiranya aku mengangkat kedua tanganku untuk sebuah kata” kalah”.

No comments: